Biro Iklan Pun ‘Go Digital’ bisnis

Iklan di Internet terus tumbuh. Perusahaan iklan spesialis digital mulai muncul di Indonesia. Pertumbuhan per tahun setidaknya 40-80 persen

PERUSAHAAN makanan kesehatan itu cukup serius mengelola situs Internet mereka. Untuk isi artikelnya, mereka tidak main-main dan membayar mahal sejumlah pakar gizi serta makanan. Logika pengelola situs itu simpel: nama besar ahli gizi bisa mengundang para pengguna Internet, dan situsnya bakal ramai dikunjungi.

Tapi perhitungan itu meleset terlalu jauh. Para pengguna Internet jarang berkunjung ke situs itu dan membaca tulisan para ahli. Para ahli gizi dan makanan itu, yang semula merangkap sebagai penulis artikel, kemudian juga menjadi ahli pemasaran amatir: mereka menganjurkan pengelola situs beriklan di media cetak. Jumlah pengunjung memang naik. Tapi, begitu kontrak iklan selesai, kedatangan pengunjung juga selesai. Perusahaan makanan itu akhirnya merasa pemasaran menggunakan media Internet kecil pengaruhnya.


Di mata Damon Hakim, pendiri biro iklan spesialis media digital Redcomm, perusahaan makanan itu melakukan kesalahan fatal sehingga pengunjung situsnya sedikit. Mereka tidak memanfaatkan gerbang terpenting yang bisa membawa pengunjung : mesin pencari Google. “Setiap orang di dunia ini yang melek Internet, ketika ingin tahu tip makanan sehat, dia akan mencari ke mana? Ke Google, kan?” ucapnya. Kebingungan perusahaan-perusahaan ini muncul karena media digital masih sangat baru dan asing. Televisi sudah berusia lebih dari setengah abad, media cetak sudah berabad-abad, tapi media digital praktis baru dikenal belasan tahun ini.


Tapi perusahaan itu “terpaksa” memanfaatkan Internet untuk beriklan karena penggunanya terus bertambah dan sekarang diperkirakan mencapai 60 juta di negeri ini. Tak aneh jika iklan di media digital ini ikut terdongkrak omzetnya. Ketua Bidang Digital Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia Danny Oei Wirianto memperkirakan billing iklan di Internet tumbuh 40-80 persen per tahun. Meski pertumbuhannya cepat, angkanya masih jauh lebih kecil daripada iklan di televisi atau media cetak. “Saat ini perkiraannya hanya 5-10 persen dari total rata-rata anggaran belanja pemasaran (tiap perusahaan),” katanya.

Ukuran biro iklan digital juga masih lebih mungil daripada senior-senior mereka yang menangani iklan konvensional. Saat ini Redcomm termasuk salah satu dari 15 agen iklan digital terbesar di Indonesia. Tapi, dibanding biro iklan yang biasa menangani media cetak dan televisi, ukuran Redcomm masih menengah, hanya memiliki 64 karyawan. “Kalau yang besar kan lebih dari 100 orang profesionalnya,”
kata Damon.

Biarpun Redcomm belum terlalu besar, Damon sangat optimistis karena bisnisnya terus naik. “Tahun ini pertumbuhan kami rata-rata 132 persen,” ucapnya. Karena pertumbuhan cepat biarpun sekarang masih kecil, sejumlah perusahaan iklan besar mulai membentuk divisi khusus digital dengan tim 10-20 orang. Tapi ada pula yang masih bertahan tidak menyentuh iklan digital karena sejumlah alasan, mulai kurangnya modal sampai kesulitan mencari tenaga ahli.

Redcomm, misalnya, berawal dari biro iklan konvensional. Awalnya, saat berdiri pada 2001, perusahaan itu masih menjadi biro iklan biasa, melayani klien yang akan memasang iklan di media cetak dan sebagainya. Tapi, pada 2005, mereka mulai memusatkan perhatian pada iklan di Internet karena melihat jumlah penggunanya terus melonjak di Indonesia.

Dua tahun kemudian, mereka bahkan mencoret iklan di media konvensional—cetak atau televisi— dari meja garapan mereka. Alasannya sederhana: modal. “Saya harus cari orang yang ahli iklan di televisi, radio, outdoor billboard, dan media cetak, itu butuh biaya cukup besar,” kata Damon. Butuh setahun sebelum mereka bisa benar-benar hidup. “Saat awal kami berdiri, belum banyak orang memasang iklan di media digital, bahkan media sosial digital juga belum booming di Indonesia,” kata Damon.

Tapi sekarang iklan digital terus tumbuh. Damon memperkirakan ada 15 biro iklan spesialis Internet. Pemain lain yang juga cukup terkenal di dunia maya adalah Next Digital Indonesia. Biro iklan dari kawasan Meruya, Jakarta Barat, ini malah baru berdiri dua tahun. Sampai sekarang, biro iklan spesialis digital ini masih harus bersusah payah menjelaskan kepada perusahaan yang hendak beriklan. Mereka menjelaskan kelebihan—dan mungkin kelemahan— beriklan dengan Internet.
Andy Tan, pemilik Next Digital, memperkirakan 90 persen klien mereka mesti dijelaskan panjang-lebar soal beriklan di Internet. Salah satu yang ditawarkan oleh iklan di Internet adalah kemudahan mengukur efektivitasnya.

“Dengan modal cukup kecil saja,” kata Andy, “pengiklan dapat mengukur berapa yang melihat produknya serta berapa jumlah pembelinya yang menggunakan jasa Internet saat melihat produknya dikampanyekan.” Dengan cara beriklan di Internet “yang benar”, tragedi perusahaan makanan kesehatan itu bisa dihindari. Damon mengklaim salah satu kliennya, sebuah produk cokelat, bisa sukses meraup ratusan ribu penggemar. “Dalam tiga bulan, fans page Facebook-nya mampu menembus angka 300 ribu akun,” ucapnya. 

Budi Alimuddin | Nur Khoiri
Majalah detik 18 - 24 november 2013

Posting Komentar

0 Komentar