Seri Wisata Nabire 1 : Berjumpa 'Hantu' di Nabire


Tak perlu menyelam terlalu dalam untuk bisa bertemu ikan paus.

Rintik hujan menyambut saat pertama menginjakkan kaki di Bandara Udara Nabire, Papua. Seonggok bangkai helikopter terlihat di sudut bandara. Anak-anak Papua terlihat malu-malu menawarkan bantuan mengangkat koper-koper kami yang banyak.

Sepuluh menit pertama kami habiskan dengan mengambil foto di di depan tulisan Bandar Udara Nabire. Hanya satu plang itulah yang menjadi petunjuk bahwa kami sudah berada di Nabire.

Jangan bayangkan bandara yang penuh fasilitas modern. Satu-satunya alat canggih mungkin mesin x-ray merk Fiscan yang sudah butut. Menariknya, dimana-mana terdapat larangn makan pinang, Masyarakat Papua memang masih banyak yang mengunyah pinang di segala kesempatan. Pinang membuat gigi mereka pun menjadi kemerahan. Di Bandara Sentani bahkan disediakan plastik untuk menampung ludah pinang. "Yah, namanya juga kabupaten. Semoga kalian bisa bersenang-senang di sini" Ujar Bupati Nabire Isaisais Douw.

Tanpa niat kuat untuk bersenang-senang, belum pasti kami menginjak kabupaten yang dijuluki Kota Singkong Ini. Dari Jakrta pesawat kami berangkat jam 1.20 WIB. Dua jam lebih kami tempuh menuju Bandara Pattimura Ambun, untuk transit. Selama sekitar satu jam kami bisa selonjorkan kaki sambil makan roti kismis hangat buatan kedai kopi di sana. Selanjutnya perjalanan diteruskan menggunakan pesawat kecil. DIbutuhkan waktu delapan jam dalam perjalanan dari Jakarta ke Nabire.

Seakan berpacu dengan waktu, rombongan kami langsung menuju Pusat Pendaratan Ikan (PPI). Tempat ini serupa pelabuhan kecil untuk menyeberang ke Desa Kwatisore di Teluk Cendrawasih, Papua. Namun kapal milik Badan SAR Nasional (Basarnas) yang hendak kami tumpangi belum juga tiba. Pemandu kami mengatakan bahwa kapal menunda keberangkatan karena ombak yang cukup besar.

Kami pun memutuskan untuk mengisi perut dahulu. Cukup kaget ketika mengetahui harga nasi dengan lauk ayam bakar mencapai Rp 100 ribu per bungkus. Sedangkan es teh manis harganya Rp 10 ribu. "Jangan heran kalau belanja bulanan di sini bisa habis jutaan rupiah", ujar pemandu kami menjelaskan.
Usai makan kami langsung mempersiapkan peralatan selam. Ya, jauh-jauh ke Nabire hanya untuk satu tujuan, melihat Hiu Paus (Rhincodon typus). Ikan terbesar di dunia ini memang berada di perairan pulau berbentuk kepala cendrawasih hampir sepanjang tahun. Padahal, hiu paus di tempat lain, seperti Ningaloo Reff di Australia hanya muncul sesekali saja.


Oleh : Meiliani Fauziah
Republika, 21 Januari 2014


Postingan ini  terdiri dari 4 seri dari tulisan berjudul  "Berjumpa 'Hantu' di Nabire'"
 Gurano Babintang

Posting Komentar

0 Komentar