Seri Wisata Nabire 2 : Gurano Babintang

Mendekati pukul 16.00 waktu setempat, kapal feri yang ditunggu datang juga. Bukannya kami tak mau naik kapal nelayan, menggunakan feri menghemat waktu lebih dari tiga jam. Itu pun kalau dalam kondisi cuaca normal. Kalau cuaca rentan badai seperti sekarang, bagaimana? Tentu kami tak mau mengambil risiko.

Kapal Basamas normalnya diisi delapan orang. Tapi. pemandu mengizinkan kapal ditumpangi 13 orang dengan catatan sisi kiri-kanan dan depan-belakang diisi dengan seimbang. Kami berlompatan keatas kapal
dan langsung menggunakan pelampung sesuai instruksi petugas. Tidak ada yang mencoba bandel dalam perjalanan kali ini.

Setengah jam berlalu sampai akhirnya kapal kami perlahan menepi untuk mengisi bahan bakar. Bensin sudah habis sebelum kapal menyentuh bibir pantai. Untungnya, kedatangan kami sudah terlihat warga desa. Dua orang akhimya mengantarkan galon penuh berisi solar untuk ditukarkan dengan galon kosong di kapal.

Kami pun melanjutkan perjalanan ke Desa Kwatisore selama setengah jam. Hampir pukul 16.00 ketika Kali Lemon Resort muncul di hadapan kami.Tak sabar ingin menyelam, kami menuju tempat peralatan selam untuk mengambil tabung, rompi BCD (Buoyancy Compensator Basics) dan aneka peralatan yang dibutuhkan. Hari sudah terlampau sore, kami harus bergegas kalau mau berjumpa Gurano Babintang.

Ketika sedang bersiap, rombongan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan muncul. Pagi itu, Zulkilli memang telah menyelam. la berhasil bertemu dua ikan yang sebelumnya dianggap hantu oleh warga sekitar: Zulkifli juga menganjurkan agar keindahan Desa Kwatisore dikabarkan kepada masyarakat dunia. Sektor pariwisata. menurut dia, bisa diandalkan masyarakat Nabire untuk membangun daerahnya.

Kepala Desa Kwatisore, Mathias, bercerita warga tak keberatan jika lebih banyak turis datang ketempat mereka. Syaratnya hanya satu, sama-sama berupaya menjaga lingkungan agar tidak rusak. Dahulu, ada saja
wisatawan yang datang dengan perilaku kurang baik. Misalnya, membuang sampah sembarangan dan menyentuh Gurano Babintang. sebutan untuk hiu paus. Padahal. sebagai binatang yang dilindungi, tidak diperkenankan berada terlampau dekat dengan ikan ini, apalagi menyentuhnya.

Salah seorang rombongan Menhut pun kena batunya. Akibat merasa gemas, ia nekat mencium hiu paus ini. Bibirnya pun jontor entah karena apa. Menurut pemandu kami, hewan liar yang dilindungi tentu punya senjata alami dalam tubuhnya. Jadi, sebaiknya dituruti saja rambu-rambu yang ditetapkan agar tak celaka.

Menjelang sore, kami benar-benar bertemu si ikan raksasa. Tak perlu menyelam terlalu dalam untuk melihat penampakannya. Bahkan, yang hanya snorkeling (menyelam di permukaan) pun bisa bertatapan langsung dengan hiu paus. 

Oleh : Meiliani Fauziah
Republika, 21 Januari 2014

Postingan ini  terdiri dari 4 seri dari tulisan berjudul  "Berjumpa 'Hantu' di Nabire'"


Posting Komentar

0 Komentar